

Mengenal KH.Syekh Sirojjudin Ilyas (Gus Din)
Gus Din adalah pendiri Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Nahdlatul Aulia (Kebangkitan Para Wali) disingkat NA. KH. Sirojuddin Ilyas (Gus Din) juga sebagai pengasuh Pondok Pesantren Nurullah Pujon, Malang, Jawa Timur.
emenjak kecil Gus Din oleh orang tuanya, yang juga Aulia Alloh KH. Ilyas Muchsin kerap diajak ngaji pada Ulama besar di Jawa Timur, diantaranya para Aulia (Waliyulloh) seperti Mbah Hamid Paasuruan. Bahkan sewaktu kanak-kanak Gus Din sudah biasa dipanggil Kiai oleh Aulia dari Pasuruan itu, padahal Gus Din akil baligh saja belum. Sedari kecil keistimewaan Gus Din sudah Nampak. Banyak diantara warga kampung Madiredo yang menyaksikan Gus Din kecil duduk diatas api tidak terbakar.
Baca Selanjutnya
Tidak hanya itu, semasa umur lima beals tahun (15 tahun), tepatnya pada tahun 1970 selama sembilan tahun (9 tahun) berguru kepada Kyai Said di Pondok PPAI at-Taqwa Begawan, Pandansari Lor, Jabung, Malang, Jawa Timur. Satu hal yang unik dialami Gus Din selama mondok itu, dimana dalam rentang waktu 9 tahu itu justru tak satupun kitab yang diajarkan di Pesantren dapat Gus Din kuasai, bahkan sampai dengan membacanya pun tidak bisa.
Tak lam berselang, menginjak usia remaja setelah mondok, Gus Din diantar oleh Ayahandanya untuk ngaji ke Mbah Hamid Pasuruan, namun apa yang terjadi? Permintaan Kiai Ilyas kepada Mbah Hamid Pasuruan untuk didik Gus Din malah ditolak. Gus Din disuruh pulang oleh Mbah Hamid Pasuruan. Oleh Mbah Hamid Gus Din disuruh untuk mengajar warga, alasannya karena sudah ditunggu orang-orang di kampungnya, padahal baca tulis kitab tidak dikuasainya meski 9 tahun mondok. Yang mengherankan, sebelum balik ke Malang, Mbah Hamid meminta para kiai yang kala itu baru rampung ngaji rutin ba’da Shubuh agar menyalami Gus Din. Karuan saja remaja (santri) asal Madiredo Pujon itu pun kebingungan dibuatnya lantaran mendengar perintah Wali Alloh yang aneh.
Ada suatu cerita yang sangat membekas hingga sekarang, satu diantara sekian banyak kisah yang Gus Din alami dan amaliyahi. Pada tahun 1974 Gus Din kecil mendapat tugas dari gurunya untuk mencatat teman-teman sesama santri agar bertugas jaga malam (ronda) sekaligus membersihkan lingkungan Pondok yang saat itu baru diadakan acara rutinan Wali Santri dengan diakhiri tradisi makan Bersama.
Melihat lingkungan Pondok penuh sampah yang harus dibersihkan dan wajib ronda, para Santri pun menolak. Tak ayal lagi kedua tugas itu pun dikerjakan Gus Din. Walhasil pada keesokan harinya dalam kondisi letih bercampur kantuk, Gus Din ditanya sang Pengaruh Pondok.
Seperti biasa setiap pertanyaan tak luput disertasi aksi kaki dan tangan Pak Kiainya. Gus Din pun tersungkur tepat diatas adukan bahan bangunan. Tanpa piker panjang dengan perasaan kesal dan kecewa diperlakukan demikian, Gus Din lari meninggalkan Sang Guru dalam keadaan belepotan menuju bilik kamar Pondok. Dengan isak tangis disertai perasaan yang berkecamuk hebat itu Gus Dn menutup rapat-rapat pintu kamar dengan bantal kayu (alas kepala kala itu terbuat dari batang kayu Panjang yang diesain melengkung seukuran kepala), tujuannya agar tidak ada yang bisa masuk.
Saat itu jarum jam menunjukkan angka sembilan pagi. Dalam keadaan tak henti-hentinya mengangis itu seakan Gus Din berjalan di suatu tempat yang tak pernah dijumpai. Jalanan itu Nampak lurus dengan dihiasi pohon kamboja di kanan dan kirinya. Anehnya meski saat itu tanpa lampu atau sinar matahari namun keadaan saat itu terang benderang. Masih dalam keadaan sedu sedangkan Gus Din telusuri jalanan itu tanpa henti lurus mengikuti alurnya, hingga Gus Din sampai di penghujung jalan dimana lambat laut Cahaya terang itu berubah menjadi gelap gulita, kemudian dalam kegelapan Gus Din melangkah hingga akhirnya terhenti seiring suasana gelap itu perlahan mengecilkan dan membentuk bidang empat persegi.
Setelah diamati bidang yang hitam pekat itu berangsur-angsur meleleh dan membentuk huruf ALLAH (lafdhul jalalah) dengan aneka sinar warna berkilauan. Tak lama Gus Din, dalam istilah kajian Tahwud disebut Ma’ana Asmihi (Berserta nama Allah).
Dari peristiwa itu Gus Din tersadar karena rupaya masih dalam posisi tidur dalam bilik. Setelah itu Gus Dim melihat jarum jam, rupanya waktu sudahh menunjukkan angka tiga sore (15.00), lantas Gus Din pun bergegas bangkit karena belum Shalat Dhuhur.
Betapa terkejutnya Gus Din, setelah membuka pintu bilik, sejumlah Santri beserta Pak Kiai tengan berkerumun di lantaran. Namun karena dirasa tidak ada apa-apa, maka Gus Din pun terlalu. Namun sebelum mengambil air wudlu Gus Din dicegat Pak Kiai untuk ditanyai kondisinya lantaran selama di dalam bilik tidak Nampak makan, minum ataupun buang air.
Terlebih para santri, pun selama Gus Din di dalam bilik tak satupun yang menjebol dinding, genteng maupun pintu bilik. Akhirnya Pak Kia menceritakan penjang lebar kejadian yang sesungguhnya, mengapa para santri-santrinya berkerumun sambal membaca Al Qur’an atau bacaan lain (Tadarus). Sebab kata Pak Kiai, Gus Dim sudah empat puluh satu haru di dalam biliknya.
GUS DIN DAN OBAT NEGARAInni bu’itstu liutami makarimal akhlaqi: tidaklah (Rosulillah) diutus ALLAH SWT kecuali untuk memperbaiki akhlaq. Agaknya inilah yang mndasari mengapa ALLAH menugaskan pada utusannya untuk menjadi khalifah fil ardli dengan terlebih dahulu menata akhlaq (Moralitas). Meski demikian bukan berarti hanya Rasulillah Muhammad SAW yang hanya melaksanakan tugas tersebut karena untuk saat ini Rasul bukanlah dimaknai wujud fisik namun sifatiyah.
Penugasan itu juga bertepatan waktunya dimana dekadensi akhlaq pada penghujung zaman ini menunjukkan tingkat yang kian menjauhkan hubungan makhluq dengan Al Khaliq. Hal ini ditandai dengan pengakuan dan sikap merasa yang secara kasat mata kerap terungkap. Dalam ke-tauhid-an sikap dan perilaku demikian memdorong manusia telah jauh merangsek dalam wilayah haj illahiyah. Akibatnya keangkuhan, kesewenang-wenangan dan kekejian pun merajalela. Inilah yang kemudian mendesak untuk ditata ulang, dikembalikan pada keasliannya karena manusia itu sesungguhnya lemah, al insanu dhoifah.
Kerusakan akhlaq yang muaranya berada pada wilayah ruhani, butuh pembenahan secara efektif dengan metode khusus sesuai kemauan ALLAH SWT. Untuk hal ini butuh pembimbing yang memahahami damiana memulai agar mendapat hasil akhir yang efektif. KH. Sirodjuddin Ilyas (Gus Din) figure yang mendapat tugas menata Kembali kerusakan ruhani telah melakukan Upaya melalui sejumlah aktivitas baik secara jamaah maupun jam’iyyah.
Untuk hal ini ada ungkapan mentauhidkan masyarakat, memasyarakatkan tauhid dan memasyarakatkan tarekat, mentarekatkan masyarakat. Keduanya saling terikat satu sama lain karena memang hal itu menjadi bentuk terapi yang mutlak adanya. Berikut ini aktivitas yang dilaksanakan:
Saat ini aktivitas diatas kepersertaannya mencakup berbagai wilayah, diantaranya: Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, DI Yogyakarta, Sumatera dan tengan dijajagi wilayah Indonesia Timur dengan mengirimkan delegasi khusus. Upaya sosialisasinya diselenggarakan melalui jaringan internet.
Selain itu, sebenarnya Gus Din bertugas sejak lebih dari lima belas tahun lalu untuk menyampaikan pesan ALLAH SWT terkait jalannya system kenegaraan saat rezim Soeharto berkuasa. Saat itu dengan difasilitasi bekas Menteri Agama Quraish Shihab dan bekas Menteri Peranan Wanita Tutti Alawiyah beberapa waktu sebelum meletusnya peristiwa Semanggi. Namun ternyata upaya menemui Jenderal Bintang lima tidak membuahkan hasil lantaran Mbak Tutut sebagai mediator keburu meninggalkan tanah air menuju Amerika.
Tidak cukup sampai disitu, Gus Din masih berupaya menyampaikan amanat dari ALLAH untuk memperbaiki tatanan Agama, Bangsa dan Negara melalui jalur kekuasaan dengan mendatangi beberapa Presiden terkati obat negara yang dibawanya. Lagi-lagi hal itu tidak membuahkan hasil lantaran semuanya menolak dengan dan tanpa alas an hingga Penguasa Pemerintahan sekarang.
GUS DIN DAN ULAMA DUNIA Pada tahun 2000 sebelum menunaikan ibadah haji kali pertama, Gus Din didaulat sebagai Sulthonul Mursyid (pimpinan para Mursyid). Selanjutnya, di Saudi Arabia, Gus Din bersilaturahmi dengan beberapa ulama besar, antara lain Syaikh Alwi Al Maliky. Bahkan pertemuan berlangsung di dalam kamar pribadi Syaikh Alwi Al Maliky, semakin menguatkan tugas yang diembannya sebab Syaikh kala itu langsung menyatakan siap mem-back up Gus Din.